MEMULAI DAN BERHENTI
Kita sering mendengar pepatah: “Jika kamu gagal merencanakan, kamu sedang merencanakan untuk gagal.”
Memang benar, hidup kita memerlukan perencanaan yang matang. Perencanaan yang hati-hati tentu saja memberikan kepastian yang lebih besar dibandingkan yang serampangan. Namun, banyak di antara kita cenderung menjadi “perfeksionis”, menunggu kondisi sempurna sebelum berani mengambil langkah atau bertindak.
Namun, Firman Tuhan dalam Pengkhotbah 11:4 (TB) memberikan perspektif yang berbeda:
“Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai.”

1. MULAI SAJA DULU
“Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur;
Metafora ini mengingatkan kita untuk tidak menjadi lumpuh karena terlalu menganalisis atau memikirkan setiap aspek dari suatu situasi. Sama seperti petani yang tidak bisa mengendalikan angin, kita juga tidak dapat memprediksi setiap hasil dalam hidup. Menunggu kondisi yang sempurna dapat menyebabkan hilangnya peluang dan potensi yang tidak tercapai.
Sering kali, kita ragu untuk memulai—mungkin dalam meresponi panggilan Tuhan dalam hidup kita, memulai bisnis impian kita, mendaftar kelas untuk meningkatkan keahlian kita, atau menunda kegiatan lainnya karena takut untuk memulai dan menghadapi kegagalan. Kita terhalang oleh ketakutan akan kegagalan.
Tapi saya ingin mendorong semua orang, terutama para pria, untuk memulai saja dulu! Kita tidak akan pernah merasa benar-benar siap. Yang perlu kita lakukan adalah MULAI SAJA DULU! Mulailah sekarang! Mulai dari yang kecil. Jangan meremehkan permulaan yang kecil (Zakharia 4:10).
2. BERHENTI MEMBUAT ALASAN
“Siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai.”
Dalam bagian kedua ayat tersebut, awan menggambarkan hambatan yang mungkin muncul. Kita sering menggunakan “awan,” yang melambangkan ketidakpastian dan tantangan, sebagai alasan untuk tidak melakukan panggilan kita.
Sering kali, ketika Tuhan memanggil kita untuk bertindak atau menaruh sesuatu di hati kita, kita menunda dengan berbagai alasan. Kita berkata,
“Aku akan melakukannya ketika punya waktu luang”
“Aku akan melakukannya ketika sudah lebih siap”
“Aku tidak merasa mampu”
“Aku tidak memiliki apa-apa untuk diberikan”
“Masa laluku terlalu kelam”
“Aku tidak layak”
“Aku terlalu muda/tua”
atau salah satu dari banyak alasan lain yang menghambat kehidupan kita.
Alasan apa yang selama ini kita berikan kepada Tuhan? Tuhan dengan sabar menunggu kita menanggapi panggilan-Nya.
Abraham sudah tua.
Yakub merasa tidak aman.
Lea dianggap tidak menarik.
Yusuf dianiaya.
Musa gagap.
Gideon miskin.
Rahab dianggap tidak bermoral.
Daud melakukan perselingkuhan dan menghadapi banyak masalah keluarga.
Elia ingin bunuh diri.
Yeremia menderita depresi.
Yunus tidak bersedia.
Naomi adalah seorang janda.
Yohanes Pembaptis memiliki gaya hidup yang eksentrik.
Petrus impulsif dan cepat marah.
Marta cenderung khawatir.
Wanita Samaria memiliki beberapa pernikahan yang gagal.
Zakeus tidak terkenal dan dibenci.
Tomas ragu.
Paulus menderita kesehatan yang buruk.
Timotius pemalu.
Daftar ini menunjukkan berbagai macam ketidaksempurnaan. Tapi tahukah Anda? Meskipun dengan semua kekurangan tersebut, Tuhan memanggil dan memakai masing-masing dari mereka untuk kemuliaan-Nya. Dan Dia siap memakai kita juga! Jadi, BERHENTI membuat alasan dan mulailah menjawab panggilan-Nya.
Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu. Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu.
(Pengkhotbah 11:5-6 TB)
Kita mungkin tidak akan pernah merasa benar-benar siap, tapi mari kita mulai saja dulu, berhenti membuat alasan, dan beriman kepada Tuhan!
Dalam kasih karunia-Nya,
Jerry Ruslim
(Koordinator Men Global)