Pastoral Hub
top
i

IFGF Global

PENTINGNYA PELAYANAN KONSELING DALAM GEREJA

Rancangan di dalam hati manusia itu seperti air yang dalam, tetapi orang yang pandai tahu menimbanya. (Amsal 20:5 TB)

Mudah tersinggung, mudah cemas, mudah marah, curiga, merasa tidak berharga, murung atau di lain pihak, selalu merasa benar, sulit menerima input, terlalu percaya diri sehingga tidak peka, merupakan beberapa tanda terganggunya kesehatan mental, yang dapat mengganggu produktivitas seseorang dan masalah dalam menjalin hubungan dengan sesama. Menolong orang demikian tidaklah mudah, karena yang bersangkutan seringkali tidak menyadari keadaannya. Atau yang bersangkutan mungkin sudah merasa, namun malu mengakui atau enggan mencari pertolongan.

Masalah yang berhubungan dengan jiwa seseorang bukan hanya mengenai pikiran, emosi dan kehendak, namun lebih rumit dari ketiganya. Beberapa unsur yang merangkai kondisi jiwa seseorang (“current state” – dalam istilah konseling), antara lain, musim kehidupan, perjalanan pribadi, pola asuh dalam pertumbuhan, kondisi keluarga asal, kepribadian, dan karunia. Ketika ada hal yang tidak ideal dalam perjalanan hidup, maka hal itu akan berpengaruh kepada kesehatan jiwa; pola pikir, sikap, dan cara merespons. Umumnya kesehatan mental seseorang dipengaruhi oleh hal-hal yang dialami di masa lalunya dan tidak datang seketika.

Memang kita tidak boleh hidup di masa lalu, namun sadar atau tidak sadar, prilaku kita banyak dipengaruhi olehnya. Contohnya: seseorang yang pemarah, mudah tersinggung tidak terbentuk secara seketika, pasti ada sejarah yang mendahuluinya. Usaha seseorang untuk pemulihan tidak hanya fokus kepada pemicu masalah, namun juga diperlukan kemampuan melihat kondisi yang lebih dalam.

 

Dalam pelayanan, sering kita jumpai beberapa jemaat atau pasutri jatuh bangun dalam persoalan yang sama, meski sering didoakan, dikunjungi atau sudah sering maju saat altar call. Yang lain ada beberapa jemaat yang dianggap sebagai “difficult people” yang selalu menimbulkan masalah dalam komunitas. Banyak masalah kronis dalam jemaat yang perlu penanganan lebih serius dan holistik. Bidang konseling, sebagai salah satu jawaban, yang masih belum banyak ditekuni di lingkungan gereja.

Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.

(Lukas 10:2 TB)

Konseling adalah seni atau ilmu untuk menangani bidang kesehatan mental. Sebagai salah satu common grace, seperti juga kedokteran, ia memperlengkapi konselor suatu ketrampilan, khususnya untuk “mengoperasi” persoalan tersembunyi di balik prilaku bermasalah yang tampak di permukaan. Konseling bukan hanya sekedar memberikan jawaban atas masalah, namun mencoba menolong konseli untuk menemukan akar permasalahan.

 

“Jika engkau memberi solusi kepada seseorang, engkau memberi solusi hanya untuk satu hari. Namun jika engkau mengajar seseorang untuk menemukan solusi, dan memampukan dia untuk menghadapi masalahnya sendiri, engkau telah mengkonseling dan memperlengkapi orang tersebut untuk seumur hidupnya.”

Bukankah Tuhan Yesus adalah Konselor Agung kita? Biarlah kita sebagai anak-anak Allah, juga melakukan apa yang Tuhan Yesus lakukan, berlaku sebagai seorang konselor.

Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya.
(Yehezkiel 34:16 TB)

Saya rindu bahwa setiap gereja mulai mencoba merenungkan manfaat dan mewujudkan fungsi yang satu ini, “Church Counseling” dalam pelayanan. Semoga gereja semakin bertumbuh dan dan bertambah sehat, karena ada keluarga-keluarga yang sehat secara menyeluruh.

Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja.
(3 Yohanes 1:2 TB)

Sumber: Ps. Agus Prihardjo (Koordinator Kesehatan Mental dan Moral)

Post a Comment