Pastoral Hub
top
i

IFGF Global

Hati seorang hamba

HATI SEORANG HAMBA

Tema IFGF Global bulan ini “Sign Me Up” berfokus pada bagaimana kita menjalani hidup yang berkorban, merupakan tema yang tepat dalam memperingati kematian dan kebangkitan Yesus. Yesus memberi kita teladan mengikuti kehendak Allah dengan rela mati untuk menebus kehidupan manusia. Meskipun kita semua mungkin berada dalam perjalanan iman yang berbeda, penting untuk diingat bahwa saat kita memilih hidup bersama Yesus, Dia tidak menjamin kenyamanan, hidup yang senantiasa tenang; melainkan kita diberikan kemampuan untuk menaklukkan segala tantangan bersama Dia. Berjalan bersama Yesus berarti melanjutkan pekerjaan yang telah dimulai-Nya, dengan bersaksi dan bekerja sama dengan-Nya.

Terkadang, menyerahkan kehendak kita kepada Tuhan mungkin kelihatannya tidak mudah dan ada harga yang perlu dibayar, tetapi mari kita lihat di Lukas 7:36-48.


36Seorang Farisi mengundang Yesus untuk datang makan di rumahnya. Yesus datang ke rumah orang Farisi itu, lalu duduk makan.
37 Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi.
38 Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.
39 Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: “Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa.”

Dengan pernyataan itu, Yesus menjawab dengan sebuah perumpamaan.


41 “Ada dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Yang seorang berhutang lima ratus dinar, yang lain lima puluh.
42 Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?”
43 Jawab Simon: “Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya.” Kata Yesus kepadanya: “Betul pendapatmu itu.”
44 Dan sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon: “Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya.
45 Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku.
46 Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi.
47 Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih.”
48 Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: “Dosamu telah diampuni.”

Melalui kisah ini, kita tahu bahwa buli-buli pualam berisi minyak wangi adalah barang yang mahal. Pualam dianggap sebagai batu berharga untuk menjaga minyak wangi atau salep di dalamnya tetap murni. Tetapi wanita di dalam kisah ini bahkan rela menyeka kaki Yesus dengan rambutnya —bayangkan, kaki yang berdebu yang telah berjalan melewati perjalanan yang begitu panjang. Dengan kata lain, dia bersedia menyerahkan semua yang dimilikinya kepada Yesus, tanpa mempedulikan harga yang dibayarnya dan kerendahan hati yang ditunjukkannya di depan para pemimpin agama.

Kita dapat merasakan keputusasaan dan begitu pentingnya bagi wanita ini untuk mengenal Yesus, satu-satunya orang yang dapat mengampuni dosa-dosanya. Ketika membaca kisah wanita ini, saya diingatkan tentang bagaimana kita harus melayani sebagai respons atas kasih karunia Kristus yang ditunjukkan-Nya di atas kayu salib. Dia mati untuk menebus dosa-dosa kita, sehingga identitas dan masa depan kita aman di dalam Dia. Jika kita tahu bahwa Dia telah membayar harga yang mahal untuk menebus kita, saya berdoa agar sebagai anak-anak Tuhan, kita dapat terus mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, pikiran, dan kekuatan dengan mengasihi sesama kita. Jadi sebagai wanita yang percaya kepada-Nya, apa yang dapat kita lakukan?

  1. Menginspirasi dan melatih generasi muda
    Saya mungkin belum menjadi seorang ibu, tetapi dari percakapan saya dengan ibu saya, dia mengatakan betapa sulitnya menjadi seorang istri dan ibu; sekaligus menjadi pengalaman yang berharga baginya. Bagi para ibu di luar sana, Anda diperhatikan dan sangat dihargai. Semua kesabaran, kelemahlembutan, dan pengorbanan yang telah Anda tunjukkan kepada keluarga Anda patut dipuji.

    Ibu saya menekankan kualitas seorang wanita yang mulia dalam Amsal 31, di mana kita dipanggil untuk menggenapi visi dan misi yang Tuhan rencanakan untuk keluarga kita terlebih dahulu, sebelum misi Tuhan di gereja atau di lingkungan pekerjaan kita. Dia selalu mengatakan kepada saya bahwa keluarga adalah pelayanan yang terutama dan terpenting. Kita membutuhkan hikmat dalam memahami cara terbaik untuk membimbing anak-anak kita mengenal Tuhan dan mencintai Firman-Nya.

    Ibu saya berharap saya akan memiliki anak sendiri suatu hari nanti dan mendorong saya untuk mempraktikkan Shema, mengikat Firman Tuhan di leher mereka dan menuliskannya di loh hati mereka. Menjadikan gaya hidup sehari-hari bagi anak-anak kita dan generasi muda untuk takut akan Tuhan, beribadah kepada-Nya setiap hari, dan memelihara hubungan yang erat dengan-Nya.

    Dalam berbagai situasi kehidupan, ketika menghadapi masalah atau dalam pengambilan keputusan – kita harus mencontohkan kepada anak-anak kita bagaimana kita melibatkan Tuhan dalam perjalanan kita sehari-hari bersama-Nya dalam ucapan syukur. Saya senang bagaimana sejak muda saya telah melihat ibu saya dengan sungguh-sungguh berdoa, tidak hanya untuk saya dan saudara laki-laki saya, tetapi juga untuk generasi muda di gereja kami. Dia sering memperhatikan kesejahteraan spiritual orang lain, menanamkan kebenaran, dan memberikan konseling empat mata dengan mereka. Saya dapat melihat dengan jelas bahwa agar kita dapat menginspirasi orang lain untuk memiliki hati yang melayani, sebelumnya harus dimulai dari diri kita sendiri.
  1. Setia dalam perkara kecil dan besar
    Menjadi pemimpin dalam care group mahasiswa, ada momen di mana saya merasa kecewa melihat orang-orang datang dan pergi. Rasanya seolah-olah semua upaya dan pekerjaan yang saya lakukan ke komunitas kami tidak berarti apa-apa. Namun selama bertahun-tahun, Tuhan telah mengajari saya bahwa peran kita sebagai anak-anak-Nya adalah menjadi utusan. Ketika fokus kita tertuju pada hasil, langkah, atau pencapaian yang telah kita capai, maka kita sedang membuat diri kita rentan terhadap kekecewaan.

    Saya telah belajar bahwa setiap perbuatan baik yang dilakukan adalah untuk kemuliaan Tuhan, karena tanpa Dia kita bukanlah apa-apa. Semuanya tentang Yesus. Dan semakin saya bergantung pada kekuatan dan tuntunan-Nya, semakin saya menyaksikan kuasa Tuhan dalam memperbaiki hati dan mengubah kehidupan. Mungkin kita memiliki pengalaman yang berbeda, tetapi saya percaya bahwa kita dipanggil untuk setia dalam setiap pekerjaan yang Tuhan percayakan kepada kita, mungkin untuk meluangkan waktu bagi orang lain, mendengarkan, dan mendoakan mereka; memberikan waktu, uang, harta benda kita, atau bahkan dorongan kecil.

    Saya belajar bahwa hal-hal di dunia ini hanya dapat memberikan kebahagiaan sesaat; namun ketika kita mempraktikkan keramahtamahan dan berinvestasi dalam hubungan dengan orang lain, ada sukacita yang tak tertandingi.

Saya mendorong Anda untuk terus melakukan setiap pekerjaan baik bagi Tuhan, meskipun tampaknya berlebihan atau sepele. Tuhan melihat semuanya dan Dia sedang mempersiapkan hati Anda untuk tugas yang lebih besar yang akan datang.

Dalam Yohanes 15:9-13, Yesus mengatakan


9 “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikian juga Aku telah mengasihi kamu; tinggalah di dalam kasih-Ku itu.
10 Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.
11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukactia-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.
12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.
13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.

Jadi para wanita Tuhan, marilah kita terus memiliki sikap hati seorang hamba dan mau menerima panggilan yang telah Tuhan berikan bagi kita.

Dengan rahmat dan kasih,
Jennifer Wijaya (Koordinator Wanita Global)

Selanjutnya: IFGF KIDS LEADERS RETREAT

Post a Comment