MEMBANGUN PENYEMBAHAN DI RUMAH
Salah satu kenangan di awal masa kecil saya adalah ketika kami sekeluarga berkumpul bersama di ruang tamu dan ayah saya bermain gitar untuk menyembah Tuhan bersama. Saya selalu menikmati waktu bersama keluarga kami, tetapi sekarang saya menyadari bahwa menyediakan waktu dan ruang untuk beribadah di rumah adalah warisan yang harus diwariskan kepada anak-anak kami.
Menyembah Tuhan datang dalam berbagai bentuk, tetapi dalam konteks musik, saya telah melihat bagaimana hal itu menanamkan dalam diri saya keinginan untuk mendekat kepada Tuhan melalui berbagai musim dalam hidup saya. Ketika kita mengikuti kisah dalam Yosua 6, kita dapat melihat bagaimana Tuhan merindukan kita untuk bersandar pada-Nya, dan kita dapat merasakan hadirat-Nya melalui nyanyian pujian.
PENYEMBAHAN MENYEGARKAN JIWA KITA
Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya.
(1 Samuel 16:23 TB)
Kisah dalam Alkitab ini menunjukkan bahwa tanpa Tuhan, jiwa kita akan rusak dan rentan terhadap serangan musuh. Ada saat-saat ketika saya tidak sunguh-sungguh meluangkan waktu bersama Tuhan di pagi hari, dan akhirnya, saya tidak bisa menangani tekanan yang saya hadapi sepanjang hari. Saat saya tidak menjaga jiwa saya dengan Kebenaran-Nya dan nyanyian syukur, secara praktis saya membiarkan diri saya terpapar oleh ketakutan, kecemasan, atau keputusasaan.

Saya mengerti bahwa musik memiliki pengaruh besar pada emosi kita, tetapi ketika kita mengarahkan fokus dan nyanyian kita kepada Tuhan, hal itu mengubah suasana hati kita. Pengulangan dalam nyanyian pujian dan lirik lagu membantu kita mengingat siapa Tuhan kita dan identitas kita sebagai anak-anak-Nya yang dikasihi-Nya. Nyanyian syukur telah menuntun saya dari mengeluh tentang situasi saya menjadi bersyukur karena Dia adalah Gembala yang baik dan bagian saya selamanya.
Hidup kita senantiasa dipenuhi dengan berbagai kegiatan yang tiada henti, baik itu menghabiskan waktu dengan orang lain, memenuhi deadline pekerjaan, menangani tanggung jawab, atau menyelesaikan tujuan. Namun, ada satu hal yang diajarkan oleh orang tua saya, yaitu menyembah Tuhan menjadi yang utama. Tuhan memerintahkan kita untuk beribadah pada hari Sabat karena itulah satu-satunya jalan agar kita dapat terhubung dengan-Nya. Membangun mezbah pujian membuka jalan bagi Yesus untuk mencurahkan damai sejahtera, sukacita, kasih, dan visi ke dalam keluarga kita.
PENYEMBAHAN MEMBERDAYAKAN KITA
Ada banyak kisah dalam Alkitab di mana penyembahan berjalan seiring dengan iman yang radikal. Ketika kita mengikuti Yosua dan runtuhnya tembok Yerikho karena tindakan penyembahan mereka, kita melihat kuasa ini. Demikian pula, dalam kitab Kisah Para Rasul, Paulus dan Silas sedang dalam penyembahan yang mendalam di penjara, yang menyebabkan gempa besar yang merobohkan sel-sel penjara dan membebaskan mereka dari belenggu.
Ketika Daud berdiri melawan Goliat, kepercayaan dirinya tentu saja bukan sesuatu yang dibangun dalam sehari. Itu pasti berasal dari saat-saat teduh yang dia luangkan bersama Tuhan, menggembalakan domba-dombanya dengan setia sambil memuji Tuhan dengan kecapinya. Tidak heran dia berkata dalam Mazmur 59:16,
“tetapi aku mau menyanyikan kekuatan-Mu, pada waktu pagi aku mau bersorak-sorai karena kasih setia-Mu; sebab Engkau telah menjadi kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku.”
Penyembahan adalah tindakan ketaatan dan penyerahan diri. Hal ini menciptakan ruang bagi kita untuk menjadi rentan dan otentik dengan-Nya. Daud menyadari bahwa kekuatannya berasal dari Tuhan.
Ketika tiba waktunya saya untuk berbicara di IFGF Youthh Conference di Sierra Leone, genset gereja tiba-tiba berhenti bekerja, dan semua slide PowerPoint yang telah saya siapkan tidak bisa diproyeksikan. Saya sudah cukup gugup berbicara di depan 1.000 peserta, dan lebih parah lagi, mikrofon tidak berfungsi ketika saya berbicara. Saya segera berdoa kepada Tuhan untuk menolong saya dalam situasi itu, dan Dia memberikan solusi dengan menuntun saya untuk memimpin umat-Nya dalam penyembahan, dan saya pun melakukannya dengan gitar saya, tanpa menggunakan mikrofon.

Itu adalah momen yang luar biasa dan indah. Kami tidak menggunakan pengeras suara, tetapi atmosfirnya seperti ada malaikat yang berseru bersama kami, “Betapa Besarnya Tuhan.” Pada saat itu, Tuhan juga menuntun saya untuk meminta salah satu pemimpin gereja yang memiliki suara yang sangat lantang, untuk membantu saya dalam berbicara. Roh Kudus menggerakkan banyak orang, dan pada hari itu saya sunguh-sungguh menyaksikan bahwa semua karena kuasa Tuhan, bukan karena kehebatan saya. Saya terus mengenang hari itu karena saya menyadarinya sekarang bahwa ketika saya tidak memiliki keberanian untuk bersaksi atau berbagi tentang Injil di tempat kerja saya, saya cukup meminta kepada Yesus.
Namun, sama seperti berolahraga yang membutuhkan dedikasi setiap hari, saya percaya bahwa menyanyikan pujian dan mengucap syukur perlu dibangun menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Ini adalah budaya yang perlu kita terapkan dalam rutinitas kita, berkumpul bersama sebagai satu keluarga dan mengundang Yesus ke dalam perjalanan kita sehari-hari bersama-Nya. Waktu dan ruang untuk beribadah perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga membawa sukacita ke dalam rumah kita.

Hal ini dapat dilakukan dengan mendengarkan atau menyanyikan lagu-lagu penyembahan di rumah, menuliskan hal-hal yang disyukuri, atau menikmati ciptaan Tuhan di alam. Pada akhirnya, sangat penting untuk meluangkan waktu untuk berhenti sejenak dan merenung sebagai respons terhadap kasih Tuhan yang konstan dan tak bersyarat. Penyembahan bersama, terutama di rumah, menyatukan kita sebagai keluarga untuk dipimpin oleh Roh Kudus dan melihat karya Tuhan dalam setiap detail kehidupan kita.
Sumber: Jennifer Wijaya (Koordinator Women Global)